Senin, 07 Oktober 2013

Kurnia Toha: Peradilan Khusus Pertanahan Itu Penting dan Harus Ada

SUARAAGRARIA.com, Jakarta: Selama ini sengketa pertanahan, kalau mediasi buntu, diselesaikan lewat jalur peradilan umum. Sayangnya, seperti yang sudah-sudah, peradilan umum itu mahal, lama dan selalu mengedepankan bukti otentik tertulis. Walhasil banyak sekali kasus pertanahan yang tidak selesai-selesai. Harus ada peradilan khusus pertanahan.




Demikian dipaparkan Kurnia Toha, Kepala Pusat Hukum & Hubungan Masyarakat/Juru Bicara BPN RI, dalam menyambut Hari Tani Nasional, Hari Agraria Nasional dan Ultah Konsorsium Pembaruan Agraria, di Jakarta Pusat (27/9).




"Nantinya dalam peradilan khusus itu hakim-hakimnya diisi oleh orang-orang yang harus paham dalam bidang pertanahan, filosofi teori-teori latar belakang keluarnya suatu peraturan," ujar Toha.




Sayangnya, lanjut Toha, wacana pembentukan peradilan pertanahan masih belum mendapatkan penerimaan yang positif. "MA saja keberatan dengan adanya pengadilan pertanahan, menurut MA peradilan saat ini sudah berjalan sangat bagus," tukasnya.




Toha terus terang tidak sepakat dengan MA (Mahkamah Agung). Menurutnya, kalau sudah bagus, tentu kita tidak akan memintanya. "Kita kan bukan orang kurang kerjaan bikin-bikin peradilan baru," katanya.




Lalu Toha mencontohkan kelahiran KPK. Lembaga itu muncul karena instansi yang ada selama ini kurang efektif. Nah, hadirnya peradilan pertanahan juga begitu, karena pengadilan yang ada juga belum maksimal.




"Begitu juga ide lahirnya peradilan pertanahan, karena banyak kasus pertanahan tidak selesai-selesai. Kita harapkan final decission ada di pengadilan, ternyata pengadilan kadangkala dalam satu perkara putusannnya macam-macam," keluhnya.




"Di PTUN si A yang menang, nanti di (Pengadilan-red) Pidana malah si A yang jadi terpidana, lalu di perdata A kalah lagi. Lalu kita mau jalankan yang mana, BPN bingung sendiri mau melaksanakannya gimana, kalau begini kasus pertanahan di Indonesia ini gak akan selesai-selesai," terangnya.




Makanya lewat RUU pertanahan yang sedang dibahas, BPN RI mengusulkan supaya ada peradilan pertanahan yang merupakan bagian dari peradilan umum, adhoc. Kemudian prosesnya bisa berlangsung dengan cepat, yaitu hanya PN dan MA. Waktunya pun dibatasi, dan alat-alat bukti yang dipakai tidak hanya yang tertulis saja, tapi juga yang tidak tertulis.




Selama ini, lanjut Toha, penyelesaian sengketa pertanahan bertele-tele, ada empat tingkat dan selalu ada PK. Juga tidak berpihak kepada nilai-nilai yang dianut masyarakat kita, hukum acaranya membutuhkan bukti-bukti otentik tertulis.




"Sedangkan masyarakat kita lebih mengutamakan bukti tidak tertulis. Kalau tidak bersengketa dipastikan yang menang yang punya bukti tertulis. Kalau dulu Belanda lah yang memilikinya, kalau sekarang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi dan perusahaan-perusahaan," pungkasnya.


BACA JUGA BERITA TERKAIT BPN RI:


Ini Kata BPN RI Soal Sulitnya Penyelesaian Konflik Agraria di Negara Ini


Sengketa Tanah Marak, Kewenangan BPN RI Ternyata Terbatas


DPR Minta Hendarman Supanji Segera Bersihkan Mafia Tanah Dari BPN RI


Hendarman Supandji: Tanah Jadi Komoditi, Sengketa Lahan Jadi marak


Hendarman: Quick Win BPN RI Diharapkan Lebih Tingkatkan Kepercayaan Masyarakat


Kata Menpan BPN RI Banyak Mengalami Perubahan


Ronsen Pasaribu: Batasi Koorporasi Dalam Penguasaan Lahan, Segera !




Technorati : ,

Del.icio.us : ,

Zooomr : ,

Flickr : ,

Rabu, 12 Juni 2013

Selasa, 11 Juni 2013

SUARAAGRARIA.com - Perusahaan Perkebunan Yang Terlibat Penyelewengan Pajak Harus Dicabut Izinnya

SUARAAGRARIAcom, Jakarta: Pemerintah harus bertindak tegas terhadap perusahaan perkebunan yang terlibat dengan kasus korupsi serta penipuan pajak. Hal ini demi memperbaiki sektor bisnis itu sendiri.


Hal tersebut disampaikan Wakil Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin baru-baru ini di Jakarta, Rabu (9/1).

Sabtu, 04 Mei 2013

Sebagai Negara Bangsa Merdeka Berdasarkan Pancasila, Rakyatlah Pemilik Tanah, Bukan Negara - Bag 1

SUARAAGRARIAcom, Jakarta: Sebagai seorang mantan birokrat yang puluhan tahun telah malang melintang di Badan Pertanahan Nasional (BPN RI), Ir. Bambang Sulistyo widjanarko, MSP. mengaku sangat resah dengan permasalahan agraria negara kita yang menurutnya semakin jauh saja dari cita-cita UUD' 45.


Kamis, 17 Januari 2013

Al Habsyi: TGPF Mesuji Belum Singgung Substansi Sengketa Pertanahan

Jakarta, SUARAAGRARIA.COM: Anggota Komisi III DPR RI Aboebakar Al Habsyi mengungkapkan rekomendasi tim gabungan pencari fakta (TGPF) kasus Mesuji sama sekali tidak menyinggung substansi persoalan konflik, yakni adanya sengketa pertanahan

"Rekomendasi TGPF masih seputar dampak konflik Mesuji saja, misal memberikan pengobatan, membantu pendidikan anak korban ataupun memberikan perlindungan para saksi," tegas Al Habsyi kepada pers di Jakarta, Minggu (22/1).

Menurut dia, padahal seharusnya dalam rekomendasi TGPF disinggung subtansi persoalan konflik Mesuji, yakni sengketa pertanahan, si pemicu konflik.

Tidak itu saja, ia juga menganggap beberapa poin kurang tepat, misalnya poin soal adanya aliran dana ke aparat. Rekomendasinya penambahan anggaran operasional. "Ini kan tidak benar. Berapapun besarnya anggaran jika mentalnya jelek ya tetap saja dana siluman diterima juga," ujarnya.

Seharusnya, paling tidak rekomendasi TGPF itu adalah meminta agar Propam atau Irwasum Polri meningkatkan pengawasan terhadap aparat kepolisian di lapangan.

Poin lainnya yang menjadi kritik Alhabsyi adalah tentang belum tersentuhnya perusahaan yang terlibat. "TGPF hanya berani menyebut supaya menghilangkan jasa keamanan swasta. TGPF sama sekali tidak menyentuh perusahaan yang sebenarnya memiliki kepentingan langsung dan sekaligus menggagas keamanan swasta tersebut," tegasnya.

Politisi PKS itu juga menyatakan bahwa sejak awal dirinya ragu atas pembentukan TGPF. Menurutnya TGPF sifatnya ad hoc dan hanya sebagai pemadam kebakaran.

sumber/
source:

suaraagraria.com